APLIKASI PENGGUNAAN SNI dan BOW

-->
Berdasarkan resume dari ahsil kuesioner dari empat instansi Badan Usaha Milik Negara dapat disimpukan bahwa :

Panduan yang digunakan masih banyak yang menggunakan petunjuk BOW meskipun mereka para estimator menganggap bahwa indeks atau koefisien penggali tidak relevan lagi dengan kebutuhan analisis pekerjaan. Metoda yang digunakan untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan melakukan modifikasi nilai indeks, tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara memodifikasi angka tersebut. Umumnya ketentuan indeks yang digunakan diambil berdasarkan pengalaman kerja.

Standar Nasional Indonesia (SNI) analisa biaya konstruksi yang diresmikan tahun 2002, umumnya belum digunakan sebagai acuan karena dianggap belum dikenal secara umum dan belum mampu mengakomodasi semua jenis pekerjaan.

Berdasarkan pengalaman dari masing-masing responden, menjelaskan bahwa diviasi yang terjadi antara biaya real dengan biaya hasil estimasi mempunyai perbedaan biaya bahan kira-kira 10 – 15%, upah kerja kira-kira 5 – 10% dan biaya peralatan kira-kira 1 – 15%. Nilai-nilai deviasi tersebut disebabkan karena beberapa hal yaitu :

a.      Adanya illegal fee
b.      Kondisi cuaca yang tak terduga
c.       Ketidak-lengkapan referensi data yang digunakan untuk acuan analisis
d.      Kemampuan tenaga tukang setempat
e.      Kondisi setempat yang belum diperhitungkan
f.        Kondisi peralatan yang tidak sesuai dengan rencana
g.      Metoda pelaksanaan yang berubah
h.      Kenaikan harga bahan ditengah-tengah pelaksanaan konstruksi

Untuk mengantisipasi perbedaan-perbedaan biaya tersebut telah dilakukan beberapa cara
antara lain :

·      Biaya penawaran diperbesar melalui upaya negosiasi
·      Melakukan survey harga di lapangan sedini mungkin sebelum estimasi biaya dilakukan
·      Mencari atau mengubah metoda kerja di lapangan

Para responden umumnya setuju apabila menerapkan indeks biaya tidak hanya satu nilai tunggal tetapi menggunakan nilai range, tercantum nilai minimum dan maksimum, sehingga pengguna lebih leluasa menentukan nilai indeks tersebut sesuai dengan kebutuhan dan berbagai faktor resiko dan juga penetapan indeks oleh pengguna dapat menentukan tingkat keprofesionalan pelaku konstruksi.

Penggunaan nilai tunggal sebagai nilai indeks atau koefisien pengali dalam analisis biaya kontruksi seperti yang tercantum dalam SNI kumpulan Analisa Biaya Konstruksi tahun 2002 dapat menyulitkan para estimator di lapangan. Hal ini terlihat dari hasil kompilasi data di lapangan terdapat perbedaan yang signifikan. Banyak alasan yang mendasari tindakan memodifikasi nilai indeks tersebnt antara lain karena perhitungan faktor resiko di lapangan.

Secara Umum perbedaan nilai indeks yang paling mencolok adalah nilai indeks untuk perhitungan upah tukang dan biaya peralatan. Pencantuman nilai range yaitu menerapkan nilai indeks minimum dan maksimum, dianggap lebih sesuai dan lebih leluasa bagi para estimator dalam menyesuaikan dengan kebutuhan tingkat resiko di lapangan.

Selain itu juga dapat menggambarkan bagaimana tingkat keprofesionalan seorang estimator dalam menganalisis biaya penawaran suatu proyek konstruksi.

Acuan perhitungan analisa biaya konstruksi yang digunakan masih banyak yang menggunakan Panduan BOW meskipun mereka. para estimator menganggap bahwa indeks atau koefisien penggali tidak relevan lagi dengan kebutuhan analisis pekerjaan.

Metoda yang digunakan untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan melakukan modifikasi nilai indeks yang diambil berdasarkan pengalaman kerja. Sementara SNI Analisa Biaya Konstruksi yang diresmikan tahun 2002, umumnya belum digunakan sebagai acuan karena dianggap belum dikenal secara Umum dan belum mengakomodasi semua jenis pekerjaan.

Tingkat pengulangan akan mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu bahwa pada saat pekerjaan dilakukan pertama kali oleh sekelompok tukang umumnya akan memakan waktu lebih lama dibandingkan pekerjaan serupa yang dilakukan kedua kalinya, ketiga kalinya dan seterusnya.

Semakin sering perkerjaan dilakukan, seorang tukang akan semakin ahli dan memahami tingkat kesulitan sehingga pekerjaan tersebut semakin cepat diselesaikan. Akan tetapi hubungan antara jumlah pengulangan dan waktu produktivitas tidak selalu linear, terdapat titik optimum, dimana pada pengulangan tertentu waktu pelaksanaan terendah dan kemudian pada pengulangan berikutnya waktu kerja menjadi naik kembali.

Komentar

Postingan Populer